Fiqih Kelas 9 Pertemuan ke-15 : 'ARIYAH

 
Pertemuan ke-15 : ‘ARIYAH

Kompetensi Dasar
3.5. Menerapkan ketentuan ‘aariyah dan wadii’ah

Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, peserta didik dapat :
3.5.1. Menyebutkan pengetian pinjam meminjam
3.5.2. Menyebutkan dalil pinjam-meminjam
3.5.3. Menyebutkan kewajiban pinjam meminjam
3.5.4. Menyebutkan pengetian Wadi’ah
3.5.5. Menyebutkan dalil Wadi’ah
3.5.6. Menyebutkan Rukun Wadi’ah
3.5.7. Menyebutkan  macam-macam Wadi’ah

MATERI ESSENSIAL :‘ARIYAH
PETA KONSEP


 

ARIYAH ( PINJAM MEMINJAM)
1.   Pengertian Pinjam- meminjam ( Ariyah).

Pinjam meminjam atau 'Ariyah secara bahasa artinya pinjaman. 

Menurut terminologi fikih ada beberapa definisi tentang Ariyah.

a). Menurut Syafi’iyyah dan Hambaliyah, Ariyah adalah :

Artinya: “pembolehan (untuk mengambil) manfaat tanpa mengganti.”
b). Menurut Hanafiyah menyatakan bahwa Ariyah adalah

Artinya: “pemilikan manfaat secara cuma-cuma atau geratis.

c). Menurut Malikiyah, mendefinisikan ariyah : :

Artinya: “pemilikan manfat dalam jangka waktu dengan tanp imbalan.”

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Ariyah menurut istilah, adalah akad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya

2.   Dasar hukum Ariyah
-   AL QUR’AN

Allah swt. berfirman:
 

Artinya “Dan tolong-memolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong memolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-nya.” (Al-Maidah: 2).


  Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, . Itulah orang yang menghardik anak yatim,, . dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin., . Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, . (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. Dan “Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Al Ma’un : 1 -7)

-   Hadits Nabi


  Artinya : “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus membayar.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

-   Dalam Hadis Imam Bukhori dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulukllah telah meminjam kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendarainya.

-   Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayid dari Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah meminjam perisai kepada Shafwan bin Umayyah pada waktu perang Hunain. Shafwan bertanya : Apakah Engkau merampasnya wahaiMuhammad.?Nabi Menjawab: Cuma Meminjam dan aku yang bertanggung jawab”.

3.   Hukum Ariyah (Pinjam Meminjam)

-   Mubah, artinya boleh, ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam.

-   Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan akan hajatnya, lantaran dirinya tidak punya, misalnya meminjam sepeda untuk mengantarkan tamu, meminjam uang untuk bayar sekolah anaknya dan sebagainya.

-   Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian misalnya : ada seseorang yang tidak punya kain lantaran hilang atau kecurian semuanya, maka apabil atidak pinjam kain pada orang lain akan telanjang, hal ini wajib pinjam dan yang punya kainjuga wajib meminjami.

-   Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk berbuat jahat, misalnya seseorang meminjam pisau untuk membunuh, hal ini dilarang oleh agama. Contoh lain, pinjam tempat (rumah) untuk berbuat maksiat.

4.   Rukun dan Syarat Ariyah

 

5.   Macam-macam Ariyah

a) Ariyah Mutlak => Yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan persyaratan apapun atau tidak dijelaskan penggunaannya. sperti apakah pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja atau dibolehkan orang lain. Contoh meminjam binatang dan dalam akad tdak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan binatang tersebut.Namun walaupun begitu, peminjaman harus disesuaikan dengan adat kebiasaan, dan tidak berlebihan.

b) Ariyah Muqayyad => adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya., baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya.Peminjam harus bisa menjaga batasan-batasan tersebut kecuali jika kesulitan untuk mengambil manfaat barang .


6.   Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman ( Mu’ir) dan Peminjam (Musta’ir)
-   Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman ( Mu’ir)
a) Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela.

b) Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat yang halal. 

c) Tidak didasarkan atas riba
 

-   Hak dan Kewajiban Peminjam ( Musta’ir)
a) Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggung jawab

b) Dapat mengembalikan barang pinjaman dengan tepat

c) Biaya ditanggung peminjam, jika harus mengeluarkan biaya

d) Selama barang itu ada pada peminjam, tanggung jawab berada padanya.
 

7.   Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pinjam meminjam

a) Pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik dan tidak melanggar norma agama. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan maksiat hukumnya haram

b) Orang yang meminjam barang hanya boleh menggunakan barang itu sebatas yang diizinkan oleh pemilik barang atau kurang dari batasan yang ditentukan oleh pemilik barang. Misalnya, seseorang meminjamkan tanah dengan akad hanya diperkenankan untuk ditanami padi, maka tidak boleh ditanami tebu.

c) Merawat barang dengan baik.

Artinya: “ Dari Samurah, Nabi saw. bersabda : Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu. ” (H.R. Lima Orang Ahli Hadits)
 

d) Jika barang yang dipinjamkan itu rusak atau hilang dengan pemakaian sebatas yang diizinkan pemiliknya, maka peminjam tidak wajib mengganti. Sebab pinjammeminjam itu sendiri berarti saling percaya- mempercayai, Akan tetapi kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain, maka wajib menggantinya.

Hadits Nabi saw.:
 

Artinya :“Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar “ (H.R. Abu Daud).

e) Jika dalam proses mengembalikan barang itu memerlukan biaya maka yang menanggung adalah pihak peminjam.


Artinya : “Dari Samurah, Nabi saw. bersabda: Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu”.  (H.R. Lima Orang Ahli Hadits).

f) Akad pinjam-meminjam boleh diputus dengan catatan tidak merugikan salah satu pihak.

g) Akad pinjam-meminjam akan putus jika salah seorang dari kedua belah pihak meninggal dunia, atau karena gila. Maka jika terjadi hal seperti itu maka ahli waris wajib mengembalikannya, dan tidak halal menggunakannya. Dan andaikan ahli waris menggunakannya maka wajib membayar sewanya.

i) Jika terjadi perselisihan antara pemberi pinjaman dengan peminjam, misalnya yang pemberi pinjaman mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, sedang peminjam mengatakan bahwa barangnya belum dikembalikan, maka pengakuan yang diterima adalah pengakuannya pemberi pinjaman dengan catatan disertai sumpah.

j) Setelah si peminjam telah mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan / membatalkan akad, maka dia tidak boleh memakai barang yang dipinjam itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perangkat Pembelajaran Akidah Akhlak selama Covid-19

Akidah AKhlak Kelas 7 Pertemuan ke-15 Keteladanan Nabi Sulaiman